Psychedelic Pointer 8 -->
Blue Fire Pointer

Senin, 28 April 2014

Hak Memilih Bagi Warga Negara

Ada  tiga unsur utama dalam sebuah negara. Yang pertama adalah rakyat. Yang kedua wilayah. Yang ketiga adalah pemerintah yang berdaulat. Yang pertama dan kedua, rakyat dan wilayah, pada dasarnya bersifat tetap, sementara yang ketiga, pemerintah yang berdaulat, berganti atau berubah.
Dalam negara kerajaan absolut, penguasa (raja atau ratu) berganti tetapi penggantian ditentukan sendiri oleh keluarga (dewan) raja. Dalam negara otoriter, pergantian penguasa dilakukan oleh elite penguasa atau oleh partai penguasa (ruling party). Dalam negara demokrasi pergantian penguasa (presiden dan/atau perdana menteri) dilakukan oleh rakyat, baik secara langsung, seperti di Indonesia, Filipina, dan Perancis, maupun oleh dewan pemilih (electoral college) seperti di Amerika Serikat. 
Demikian pula program dan kebijaksanaan negara kerajaan absolut dan negara otoriter ditentukan sendiri oleh penguasa. Lain halnya di negara demokrasi, kebijaksanaan dan program ditentukan oleh pemerintah berdasarkan kehendak rakyat. 
Indonesia adalah negara demokrasi. Pasal 22E UUD 1945 memerintahkan pergantian kekuasaan, yang juga diikuti dengan perubahan kebijakan pemerintah, dilakukan melalui pemilihan umum setiap 5 tahun sekali. Para wakil rakyat yang akan duduk dalam DPR/DPRD akan ditentukan oleh rakyat melalui pemilu. Presiden dan Wakil Presiden juga akan ditentukan oleh rakyat dalam pemilu. 
Di Indonesia, memilih dan dipilih adalah hak warga negara.  Pada dasarnya setiap warga negara memiliki hak memilih dan hak dipilih (hak pilih). Tetapi ada batasan perundang-undangan yang mengatur agar hak itu bernilai seperti maksudnya. Misalnya hak untuk dipilih menjadi presiden adalah hak setiap warga negara Indonesia, pria maupun wanita, yang berusia minimal 35 tahun, berpendidikan terendah sekolah menengah atas/sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman penjara yang sudah berkekuatan hukum tetap karena pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, sehat lahir-batin, dan terdaftar sebagai pemilih, dll. 
Syarat lainnya, yang bersangkutan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum (UU 42/2008). Untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPR/DPRD ada syarat, WNI, umur paling rendah 21 tahun, berpendidikan terendah terendah sekolah menengah atas/sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman penjara yang sudah berkekuatan hukum tetap karena pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, anggota PNS/TNI/POLRI harus berhenti permanen, bersedia bekerja penuh waktu, sehat lahir-batin, dicalonkan oleh dan anggota dari partai politik peserta pemilu, serta terdaftar sebagai pemilih. 
Sedangkan untuk memilih juga ada syarat, seperti WNI,  usia terendah 17 tahun atau sudah kawin, dan terdaftar sebagai pemilih. 
Suara kita masing-masing hanya satu, sama nilainya, pria atau wanita, tua atau muda, agama A atau agama B, tinggal di pulau Jawa atau di pulau-pulau Raja Ampat. Tetapi karena berapa pun jumlah suara orang Indonesia seluruhnya, katakanlah 150 juta, jumlah itu terdiri dari suara 150 juta pemilih yang masing-masing memiliki 1 suara. Jadi satu suara itu penting.
Kumpulan satu-satu suara itu, bila menang, akan menentukan apakah Bapak A atau Ibu B yang akan menjadi Presiden. Kalau dia yang menjadi presiden maka kebijakannya akan begini atau begitu, karena Bapak itu begini dan Ibu ini begitu. Kalau partai C atau partai D yang menang maka DPR, misalnya, akan akan lebih sungguh melakukan pengawasan dan seterusnya. Artinya suara yang masing-masing satu, bila terkumpul, bisa menentukan siapa yang akan memimpin negara dan bagaimana kebijakan negara meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menegakkan hukum, misalnya. 
Dengan demikian sebenarnya memberikan satu suara itu adalah menyatakan suatu pikiran atau pilihan pendapat. Dari uraian diatas dapat dilihat betapa pentingnya pendapat  atau suara rakyat, suara anda.
Dengan itu, kita membuat catatan yang pertama: karena suara anda berharga, anda harus memastikan terdaftar sebagai pemilih.
Catatan yang kedua, hak pilih, yaitu hak untuk dipilih dan hak memilih, sesuai namanya secara hukum adalah hak, bukan kewajiban. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Nilainya menjadi tinggi, merupakan hak kedaulatan. Selanjutnya ditegaskan oleh Pasal 27 bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. 
Namun harus disadari bahwa dalam negara demokrasi, nasib rakyat, bangsa, dan negara ada di tangan rakyat. Jadi menggunakan hak itu adalah pernyataan tanggung jawab. Sanksinya bukan sanksi hukum, tetapi sanksi sosial, rasa setia kawan untuk bersama-sama bertanggung jawab pada bangsa dan negara. Ini berbeda dengan misalnya, Singapura. Di sana  penggunaan hak pilih adalah wajib. Seseorang bisa dihukum pidana bila tidak memilih dalam pemilu. 
Suara kita bukan hanya menyangkut pemilu, tetapi juga mengenai pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan  kebijakan negara, baik di pusat maupun di daerah. Pasal 28 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pasal 28A s/d 28J lebih jauh menjamin hak-hak asasi rakyat. Dengan jaminan itu aspirasi rakyat dapat dan perlu  disalurkan melalui media massa, berbagai organisasi masyarakat, partai politik, kedalam mesin pemerintahan, untuk diolah dan selanjutnya menentukan atau mempengaruhi kebijakan pemerintah. 
Oleh karena itu rakyat harus menggunakan hak bersuara, menyatakan pikirannya, untuk memberi masukan dan pandangan mengenai suatu hal, baik langsung kepada pemerintah, para wakil rakyat, ataupun melalui media massa, organisasi-organisasi seperti LSM, partai politik, RT/RW, dan sebagainya. 
Rakyat tidak berada dalam posisi selalu menerima (nrimo). Melakukan kegiatan seperti itu, yang juga sering disebut melakukan advokasi, pada dasarnya adalah merupakan ekspresi rasa tanggung jawab kepada bangsa dan Negara.
Agar supaya suara kita itu betul-betul berharga dan dapat disumbangkan dengan bernilai, tentu diperlukan pengetahuan dan informasi yang cukup. Warga perlu, melalui pelatihan dan diskusi, bacaan dan siaran media massa seperti koran, majalah, radio, dan televisi,  memahami bagaimana cara bekerja negara dan pemerintah dan apa saja hak dan tanggung jawab kita sebagai warga. Kita tidak akan terjerumus dalam tindak anarki dan suara anda tidak terbuang sia-sia.
Salah satu perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yaitu diberikan pengakuan kepada rakyat untuk berperan serta secara aktif dalam menentukan wujud penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Sarana yang diberikan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut yaitu diantaranya dilakukan melalui kegiatan pemilihan umum.
Di dalam Undang-Undang terbaru yang mengatur mengenai penyelenggaraan Pemilu yaitu UU No. 15 Tahun 2011 disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adanya pengertian yang demikian ini sesungguhnya juga harus dimaknai bahwa pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia bukan hanya kongritisasi dari kedaulatan rakyat (langsung, umum, bebas, dan rahasia), tetapi lebih dari itu yaitu menghendaki adanya suatu bentuk pemerintahan yang demokratis yang ditentukan secara jujur dan adil.
Pemilihan umum adalah suatu lembaga yang berfungsi sebagai sarana penyampaian hak-hak demokrasi rakyat. Eksistensi kelembagaan pemilihan umum sudah diakui oleh negara-negara yang bersendikan asas kedaulatan rakyat. Inti persoalan pemilihan umum bersumber pada dua masalah pokok yang selalu dipersoalkan dalam praktek kehidupan ketatanegaraan, yaitu mengenai ajaran kedaulatan rakyat dan paham demokrasi, di mana demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat serta pemilihan umum merupakan cerminan daripada demokrasi. Kegiatan pemilihan umum (general election) juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat di mana rakyatlah yang berdaulat, maka semua aspek penyelenggaraan pe milihan umum itu sendiri pun harus juga dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak-hak asasi apabila pemerintah tidak menjamin terselenggaranya pemilihan umum, mem perlambat penyelenggaraan pemilihan umum tanpa per setujuan para wakil rakyat, ataupun tidak melakukan apa-apa sehingga pemilihan umum tidak terselenggara sebagaimana mestinya.
Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat sekaligus merupakan arena kompetisi yang paling adil bagi partai politik sejauh mana telah melaksanakan fungsi dan perannya serta pertanggungjawaban atas kinerjanya selama ini kepada rakyat yang telah memilihnya. Rakyat berdaulat untuk menentukan dan memilih sesuai aspirasinya kepada partai politik mana yang dianggap paling dipercaya dan mampu melaksakanan aspirasinya. Partai politik sebagai peserta pemilu dinilai akuntabilitasnya setiap 5 (lima) tahun oleh rakyat secara jujur dan adil, sehingga eksistensi nya setiap 5 (lima) tahun diuji melalui pemilu.
Undang-undang dasar 1945 mensyaratkan Indonesia sebagai Negara yang mempunyai sistem kekuasaan yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif bahkan menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo, kekuasaan yang ada di Indonesia didistribusikan ke dalam enam kekuasaan, yaitu : kekuasaan konsitutif, legislatif, yudikatif, eksekutif, konsultatif dan inspektif. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat menyatakan bahwa “kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat(1) menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tanagan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”
Selain mengacu pada Undang-Undang Dasar, ketentuan lain juga diatur melalui peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang Dasar. Pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menunjukkan adanya bentuk pelanggaran hukum terhadap jaminan hak memilih yang melekat pada warga negara Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, dinyatakan bahwa :
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Kedua ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga Negara Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya.
Penyelenggaraan pemilihan umum secara berkala merupakan suatu kebutuhan mutlak sebagai sarana demokrasi yang menjadikan kedaulatan rakyat sebagai sumber kehidupan bernegara proses kedaulatan rakyat yang diawali dengan pemilihan umum akan memberikan legitimasi, legalitas, dan kredibilitas pemerintahan yang didukung oleh rakyat. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat akan melahirkan pemerintahan yang demokratis.

Nama : Cyntia Agustina
Kelas : 2 DB 07
NPM : 31112647
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan(softskill)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blue Fire Pointer